A. Pendahuluan
Dalam realitas kehidupan sehari-hari kita sering kali diperhadapkan
pada situasi-situasi dimana persoalan baik dan buruk menjadi demikian
pelik. Realitas hidup yang tak selalu mudah memaksa kita untuk bergulat
dengan pilihan-pilihan moral yang tidak dengan serta merta semudah
memilah antara hitam dan putih. Kehidupan sekarang semakin kompleks,
perubahan yang sangat cepat, persaingan tidak bia dihindari pertukaran
nilai yang tak bisa dibendung. Kemajuan filsafat, sains, teknologi,
telah menghasilkan kebudayan yang semakin maju, proses itu disebut
globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin maju mengglobal
ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral.
Karena sistem yang membuat pikiran kita menjadi kompleks semakin
bertambahnya usia, padahal coba kita renungkan bisa jadi hal yang selama
ini kita pikirkan secara kompleks atau hal yang coba kita selesaikan
dengan pemikiran kompleks itu sebenarnya hanya butuh solusi dan
penyelesaiaan yang sederhana. Untuk itu kemudian saya menulis hal ini,
karena semakin kita dewasa kita semakin takut untuk berharap. Otak kita
hanya diisikan oleh realita, bahkan untuk sekedar berharap saja rupaynya
membutuhkan sebuah keberanian
Prof. Dr. H. Achmad Sanusi Dosen kebanggaan kami, sangat
memperhatikan akan kehidupan kompleks, sehingga dengan kebijaksanaan
dan keilmuannya beliau memberikan ilmu yang sangat berharga kepada kami
untuk menghadapi kehidupan yang sangat kompleks ini yaitu dengan ENAM
SISTEM NILAI KEHIDUPAN yang terdiri dari:
- Nilai Teologi
- Nilai Logik
- Nilai Fisiologi
- Nilai Etik
- Nilai Estetika
- Nilai Teleologi
Kita sebagai umat Islam mencoba untuk mengkaji Enam Sistem Nilai
Kehidupan dengan tujuan agar kita tahu bahwa enam sistem nilai ini
sangat sesuai dengan nilai agama Islam. Sudah tentu pengkajian ini jauh
dari kesempurnaan mungki kami belum mengerti betul terhadap Enam Sistem
Nilai Kehidupan.
B. Pembahasan Enam Sistem Nilai Kehidupan dalam Perspektif Islam
1. Nilai Teologis
Nilai Teologis mempunyai arti Nilai Ketuhanan. Dalam Islam Ketuhanan
adalah Allah SWT. yang terangkum di dalam Agama Islam. Dalam Islam
terdapat tiga bagian , yaitu iman-islam-ihsan.
Iman berarti :
- Percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, berikut sifat-sifat
- Percaya pada Malaikat
- Percaya pada Kitab-Nya
- Percaya pada nabi dan Rosul
- percaya akan adanya hari akhir
- Percaya pada Kadar-Nya baik atau buruknya
Sedangkan Islam mempunyai 5 Rukun yaitu
- bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya
- Menunaikan salat
- Memberikan zakat
- Berpuasa pada bulan Ramadhan
- Menunaikan ibadah haji jika mampu.
Sedangkan Ihsan memiliki dua pengertian, pertama berhubungan dengan sang Pencipta, yakni kamu beribadah seolah-olah kamu melihat-Nya, bila tidak (yakinkan) bahwa Ia melihatmu; Kedua, berhubungan dengan mahluk, yakni berbuat baik kepada orang lain dan kepada lingkungan.
Nilai Teologis sudah ada pada diri kita sebelum fisik kita diciptakan artinya pada waktu di alam ruh Allah berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)” (Al- A’raf : 172).
Dengan demikian nilai teologis adalah fitrah azali yang terdapat pada
diri manusia terlepas apakah dia Islam ataupun bukan. Nilai inilah
menjadi nilai dasar bagi 5 sistem nilai lainnya.
Jika nilai teologis, membuahkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa
dan raga pemeluknya, maka melalui kaitan organis antara nilai-nilai
pendidikan Islam dengan dampak tersebut, memungkinkan nilai ini untuk
dapat meninggalkan jejak yang jelas pada intelektual seorang muslim,
sehingga terciptalah jalinan yang kokoh antara kebenaran, hukum, dan
pola-pola perilaku yang membina diri seorang Muslim.
Saya menjadi teringat lirik lagu dari Ahmad Dhani yang berduet dengan Chrisye dengan judul “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada”
yang liriknya kurang lebih seperti ini, “jika surga dan neraka tak
pernah ada, masihkah kau sujud kepada-Nya..” lirik bait yang begitu
dalam maknanya.
2. Nilai Logik
Nilai Logik berkaitan dengan berpikir, memahami, dan mengingat
adalah pekerjaannya. Pikiran, pemahaman, pengertian, peringatan
(ingat) adalah buahnya. Nilai ini menjadi dasar untuk berbuat,
bertindak. Allah dalam alquran banyak berfirman agar kita berfikir
dengan sebutan lubb atau aqal dalam memahami alam ini diantaranya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal” (Ali Imron:190).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan
dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”
(an-Nahl:67).
Berfikir menjadi dasar nilai logik haruslah semakin meningkat dari
mulai berfikir insting untuk bayi kemudian berfikir imitatif untuk anak,
bagi kita yang sudah katanya dewasa haruslah berfikir kreatif dan
inovatif dengan menjauhkan dari berfikir egosentrik. Nilai logik ini
mungkin sudah ditinggalkan khususnya oleh anggota DPR kita sering
melihat mereka tidak mau mengalah atau berfikir egosentrik sehingga
banyak undang-undang yang belum selesai akibat yang paling dirugikan
adalah rakyat.
Nilai logik serta akal sebagai alat untuk berfikir ternyata berguna
untuk memisahkan hak dan yang bathil bahkan akan memantapkan keimanan
seseorang. Allah berfirman:
“dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal. (Ali Imran : 7).
Dalam ajaran islam akal memiliki kedudukan yang tinggi dan sering
dimanfaatkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
perkembangan ajaran-ajaran islam. Sebab kita meyakini juga bahwa hampir
semua kaum muslimin berupaya dan berusaha mengambil manfaat akal dalam
pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama secara argumentatif.
Ada juga pendapat yang mengatakan Islam sebagai agama pamungkas dan
syariat terakhir yang diturunkan oleh Allah swt adalah agama rasional,
yaitu agama yang mendasarkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi
dan mengedepankan pemikiran yang logis dan rasio seperti Leon Gauthir
yang memandang Ibnu Rusyd sebagai seorang rasionalis mutlak.
Tapi disinilah muncul perdebatan antara logika (akal) dan wahyu, yang
mana dengan adanya kata rasional tersebut seakan membantah adanya wahyu
Allah yang turun kepada para utusan-Nya. Karena akal menjadi lebih
tinggi dari pada wahyu sehingga wahyu dapat di patah kan oleh akal.
Sesungguhnya dalam pemikiran islam baik dalam bidang filsafat dan
ilmu kalam tidak pernah membatah akan adanya wahyu. Akal tetap berada di
bawah teks wahyu, akal di gunakan untuk memahami teks wahyu. Jadi
sebenarnya yang bertentangan dalam islam adalah pendapat ulama tertentu
tentang pengertian akal dan penafsiran wahyu.
3. Nilai Fisik/Fisiologi
Nilai fisilologi berarti fisik maksudnya memaksimalkan fungsi fisik
dalam menjalani kehidupan ini. Dalam fisik kita sebagai ciptaan Allah
disadari atau tidak sangat berguna, namun ternyata kita telah lupa akan
fungsinya akibatnya kita tertinggal jauh oleh orang di luar Islam
terutama dalam sains dan teknologi, kita hanya bisa mengekor kepada
dunia barat. Alamaududi seorang pembaharu Islam mengeritik kepada umat
Islam bahwa umat Islam mundur karena tidak mengoptimalkan potensi dari
Allah yaitu As-Sama (pendengaran), Al Basar (penglihatan), dan Fuad
(hati). As Sama’ berfungsi berfungsi untuk mendengar ilmu dari orang
lain, Basar berfungsi untuk mengembangkan penemuan ilmu pengetahuan dan
sama’ untuk memfilter ilmu apabila tidak sesuai dengan kemanuasaan.
Allah berfirman:
Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur (an-nahl:78)
Secara individual dengan landasan nilai fisik fisologis tadi Islam mengajarkan
agar setiap muslim bergaya hidup sehat. Ini merupakan cara efektif
untuk menghindari sakit. Kebersihan misalnya, sangat ditekankan oleh
Islam dan dinilai sebagai cerminan dari Iman seseorang. Kewajiban
membersihkan hadats kecil, mandi janabah, sunnah untuk bersiwak
membuktikan bahwa Islam sangat perduli terhadap kebersihan fisik. Dengan
berwudhu, seorang muslim akan secara langsung membersihkan tangan (yang
biasanya menjadi pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka.
Kemudian, mencuci kemaluan dengan air (bukan dengan tissue) setelah
buang air kecil atau buang air besar. Sementara, ibadah puasa secara
pasti telah memberikan pengaruh sangat baik terhadap kesehatan perut.
Dengan puasa, sistem pencernaan yang selama 11 bulan bekerja, laksana
mesin mendapatkan kesempatan untuk diistirahatkan.
4. Nilai Etik
Nilai etik mempunyai arti hormat, dapat dipercaya, adil semua
berkaitan dengan ahlak kita, nilai etik pada saat ini banyak tidak
digunakan baik oleh orang yang bodoh ataupun orang yang katanya
berpendidikan.
Allah sangat memperhatikan akhlak dengan menyebutnya uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), seperti dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap ( rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Al Ahzab : 21)
Ternyata nabi Muhammad diutus kepada umat di dunia ini untuk menyempurnkan ahlak seperti dalam Hadis Nabi:
“Saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (akhlak)”. (Al Hadits)
Semakin majunya ilmu pengetahuan apabila tidak dibarengi dengan nilai
etik menjadi musuh manusia banyak korban dari ilmu pengetahuan seperti
adanya peperangan, pengembangan ilmu yang tidak memperhatikan
lingkungan.
Dalam kehidupan ini, kita sering tertipu dengan orang-orang yang
berpenampilan baik sehingga kita menganggap dan menamainya sebagai orang
baik. Di televisi dan media massa lainnya, pernah disebutkan: seorang
guru mengaji yang sampai tega “mencabuli” murid-murid perempuannya yang
masih kecil, atau seorang oknum aparat yang terlibat kasus perampokan,
dan pejabat-pejabat yang merupakan “panutan masyarakat” terlibat kasus
korupsi dan kolusi, serta contoh-contoh lainnya.
Jika dipersempit masalahnya kedalam masyarakat Islam, dan kita
sebutkan saja pelaku-pelaku tindakan di atas adalah muslim, maka muncul
pertanyaan: apakah pelaku tersebut tidak paham bahwa Islam telah
mengajarkan tuntunan-tuntunan yang disebut ilmu akhlak?, jika ia
mengerti bahwa dalam Islam ada ajaran akhlak, lantas mengapa ia masih
tetap melakukan tindakan yang buruk tersebut?.
5. Nilai Estetika
Nilai estetika meliputi keserasian, menarik, manis, keindahan, cinta
kasih. Allah menciptakan Alam bukan hanya bermanfaat tetapi ada
keserasian serta keindahan, keteraturan. Dalam menjalani hidup kita
jangan terlepas dari nilai estetika karena keserasian kita dengan orang
lain dan alam sekitar sangat mendukung kita dalam kehidupan seperti
kasih sayang di antara kita, keharmonisan. Kasih sayang serta keindahan
adalah fitrah manusia yang diberikan oleh Allah
Allah berfirman tentang kasih sayang :
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)
Hadis nabi tentang keindahan : Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebiji sawi dari kesombongan,” ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya jika ada seseorang yang senang memakai baju baik dan sandal baik (apakah itu termasuk kesombongan?), Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah, mencintai keindahan, kesombongan adalah menolak kebenaran dan membenci manusia” (HR. Muslim)
Dalam estetika bermusik, saat ini musik yang berkembang di negeri ini
kebanyakan musik yang memberikan mudharat dari pada manfaat. Bahkan
baru-baru ini ada beberapa artis musik yang menjadi sorotan baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Musik yang dibawa bukan saja syairnya
yang tidak mendidik, ditambah dengan goyangan erotis para artisnya,
seperti artis trio macam dan Lady Gaga. Kemudian ditambah lagi dengan
gaya berpakaiannya yang seronok untuk menarik simpati para penonton.
Apakah musik seperti ini yang mendidik masyarakat. Tentunya tidak.
Dengan alasan inilah kenapa sebagian para ulama mengharamkan musik.
Terkadang sangat ironi sekali, ketika mereka yang mendukung para
artis tersebut dengan dalih menjunjung tinggi nilai seni budaya. Nilai
estetika. Namun,lupa nilai seni budaya dan estetika seperti apakah yang
diharapkan dalam Islam? Lalu bagaimana Islam memandang musik Islami,
seperti Nasyid, dan Rebana? Mari kita simak hadist berikut ini;
Berdasarkan hadits A’isyah: “Suatu ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam masuk ke bilik ‘Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba
sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia
berkata: “… dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang
menyanyi.”), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah
bersabda: “Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum
memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini.” (HR.
Bukhari)
Dari hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dapat dipahami bahwa musik
seperti ini diperbolehkan. Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi
membolehkan musik ini dikarenakan mengandung puji-pujian kepada Allah
SWT.
6. Nilai Teleologi
Nilai teleologi berkaitan dengan manfaat, efektif, efesien produktif
dan akuntabel dalam setiap sisi kehidupan. Islam sangat memperhatikan
maslahat dan manfaat dalam syariatnya untuk kepentingan manusia dengan
lingkungannya. Banyak larangan dan kewajiban yang memamng hikmanya
adalah manfaat bagi kita seperti dalam alqura’an :
“mereka bertanya kepadamu tentang khamar [136] dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
….. (Al Baqarah : 219)
Dalam hadis nabi bersabda:
“Sebaik-baik kamu adalah orang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. (al- Hadits)
Alam dalam paham materialisme dianggap tidak memiliki unsur
teolologis, karena ia tidak memiliki pencipta dan oleh karena itu alam
bersifat netral. Alam dianggap ada dengan sendirinya tanpa ada yang
membuat. Begitu juga adanya makhluk hidup di bumi (termasuk manusia).
Manusia dan makhluk hidup lainnya dianggap bisa bertahan dan hidup di
bumi karena terdapat seleksi alam, yaitu yang dikenal dengan teori
evolusi Charles Darwin (1809-1882). Adapun kejadian-kejadian di alam
terjadi karena adanya hubungan sebab akibat. Jadi kesimpulannya, alam
dianggap tidak memiliki unsur teleologis karena alam ada dengan
sendirinya tanpa pencipta.
Hal di atas bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, tatanan alam
bukanlah semata-mata tatanan material seputar sebab-sebab dan
akibat-akibat. Bukan pula hanyalah tatanan yang oleh ruang dan waktu
serta kategori-kategori teoritis lain semacam itu membuat kejelasan pada
pemahaman kita. Akan tetapi alam juga merupakan lapangan tujuan-tujuan
di mana segala sesuatu memenuhi suatu tujuan dan dengan cara demikian
memberikan sumbangan bagi kesejahteraan dan keseimbangan segalanya.
Dari sebutir kerikil yang tak bernyawa di lembah, plankton yang
paling kecil pada permukaan laut, flagellata mikroba di dalam usus
serangga, hingga bimasakti-bimasakti dengan matahari-mataharinya,
pohon-pohon redwood raksasa, ikan paus dan gajah – segala sesuatu yang
ada, melalui kelahiran dan pertumbuhannya, kehidupan dan kematiannya,
memenuhi suatu tujuan yang telah ditetapkan untuknya oleh Tuhan. Semua
makhluk saling bergantung satu sama lainnya dan berjalan lancar karena
adanya keselarasan yang sempurna di antara bagian-bagiannya.
Dalam hal ini Allah berfirman, “Sesungguhnya segala sesuatu telah
Kami ciptakan dengan ukuran……Maka sekali-kali tidak akan kamu dapati
penggantian dalam sunnah Allah”. Inilah prinsip keseimbangan ekologi
dalam Islam, di mana manusia modern baru menyadarinya setelah terjadinya
polusi alam di masa sekarang ini, yang membawa serta berbagai bahaya
itu. Umat muslim sesungguhnya telah menyadarinya selama berabad-abad,
dan telah melihat dirinya berada di dalamnya.
Masing-masing unsur ciptaan saling menghidupi yang lainnya dan
dihidupi oleh pihak yang ketiga (Allah) jelas merupakan tujuan. Hal ini
bisa dilihat pada makhluk-makhluk yang lebih tinggi. Dominasi rangkaian
yang sama di dunia ganggang, mikroba maupun enzim lebih sulit diamati
dan dibayangkan dalam seluruh jangkauannya dikarenakan tak bisa dilihat
oleh mata. Akan tetapi dominasi tersebut tidaklah kurang nyatanya. Yang
lebih sulit lagi untuk ditemukan dibanding pola-pola siklus makanan
dalam kehidupan nabati dan hewani adalah rantai kesalingtergantungan
dalam aktivitas seluruh makhluk. Yaitu aktivitas-aktivitas selain dari
pencarian makanan, baik yang berkaitan dengannya atau tidak, dalam aksi
dan reaksi yang berkesinambungan dari unsur-unsur tersebut satu terhadap
yang lain; baik di darat, di laut, di udara maupun di antara
benda-benda di luar angkasa. Pengetahuan kita tentang seluk-beluk
ekologi alam masih dalam tahap yang sangat dini. Ilmu-ilmu alam telah
cukup membukakan sebagian darinya untuk memungkinkan imajinasi kita
mampu menyusun tersebut secara keseluruhan.
Oleh karena itulah, alam sebagai manifestasi-Nya yang bersama-sama
manusia menjadi unsur pembentuk ekosistem dalam kosmos yang berperadaban
dan bersifat teleologis. Dalam hal ini Fazlur Rahman menegaskan
bahwasanya karena setiap segala sesuatu itu secara langsung berhubungan
dengan Allah, maka setiap sesuatu itu melalui dan berada di dalam
hubungan dengan-Nya. Jadi kata Fazlur Rahman, Allah adalah makna
realitas, sebuah makna yang dimanifestasikan, dijelaskan, dibawakan oleh
alam, dan selanjutnya oleh manusia.
Sebagai sebuah sistem teleologi, dunia menyuguhkan kepada kita suatu
tontonan yang agung. Ukuran dan keluasan makrokosmos, rincian yang sulit
dari mikrokosmos, serta sifat mekanisme keseimbangan yang sempurna dan
tak terbatas kerumitannya, menjadikan kita tercengang dan terpukau. Dan,
orang yang baik keimanannya dan (ulul Albab) akan mengucapkan kalimat
pengangungan kepada Allah dan menyadari bahwa Allah-lah sang Pencipta
dan segala ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia. Dalam hal ini Allah
berfirman: “Ulil Albab adalah orang-orang yang mengingat Allah ketika
berdiri, duduk atau sedang berbaring dan memikirkan tentang penciptaan
dan bumi seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, Tidaklah sia-sia Engkau
menciptakan semua ini. Mahasuci engkau, peliharalah kami dari siksa api
neraka.
Karena dunia sebagai ciptaan dari Yang Maha Kuasa adalah indah dan
benar-benar mulia dikarenakan teleologinya. Ungkapan kagum seorang
penyair, “Betapa indahnya bunga mawar! Padanya Nampak wajah Tuhan!”
tidak mempunyai arti lain kecuali bahwa bunga mawar itu memenuhi tujuan
manusia dan serangga melalui bau dan keindahannya bentuknya. Tujuan dan
yang telah dikaruniakan Tuhan (Allah) kepadanya dan yang dipenuhinya
dengan sempurna, yang mencerminkan, bagi mereka yang mampu melihatnya,
efektifitas yang cemerlang dan keterampilan yang sempurna dari Perancang
dan Pencipta agung, yaitu Tuhan (Allah).
DAFTAR PUSTAKA
Irsan Majid (1985) An Nadhoriyat tarbiyah islamiyah
SanusiAchmad (2012) Makalah “Enam Sistem Nilai Kehidupan”
Tafsir Ahmad (2002) Pendidikan Agama dalam Keluarga,Rosda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar