Label

Minggu, 10 Mei 2015

ENAM SISTEM NILAI KEHIDUPAN DALAM PENDANGAN ISLAM

 A.       Pendahuluan
 
Dalam realitas kehidupan sehari-hari kita sering kali diperhadapkan pada situasi-situasi dimana persoalan baik dan buruk menjadi demikian pelik. Realitas hidup yang tak selalu mudah memaksa kita untuk bergulat dengan pilihan-pilihan moral yang tidak dengan serta merta semudah memilah antara hitam dan putih. Kehidupan sekarang semakin kompleks, perubahan yang sangat cepat, persaingan tidak bia dihindari  pertukaran nilai yang tak bisa dibendung. Kemajuan filsafat, sains, teknologi, telah menghasilkan kebudayan yang semakin maju, proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin maju mengglobal ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral.

Karena sistem yang membuat pikiran kita menjadi kompleks semakin bertambahnya usia, padahal coba kita renungkan bisa jadi hal yang selama ini kita pikirkan secara kompleks atau hal yang coba kita selesaikan dengan pemikiran kompleks itu sebenarnya hanya butuh solusi dan penyelesaiaan yang sederhana. Untuk itu kemudian saya menulis hal ini, karena semakin kita dewasa kita semakin takut untuk berharap. Otak kita hanya diisikan oleh realita, bahkan untuk sekedar berharap saja rupaynya membutuhkan sebuah keberanian

Prof. Dr. H. Achmad Sanusi Dosen kebanggaan kami, sangat memperhatikan  akan kehidupan kompleks, sehingga dengan kebijaksanaan dan keilmuannya beliau memberikan ilmu yang sangat berharga kepada kami untuk menghadapi kehidupan yang sangat kompleks ini yaitu dengan ENAM SISTEM NILAI KEHIDUPAN yang terdiri dari:
  1. Nilai Teologi
  2. Nilai Logik
  3. Nilai Fisiologi
  4. Nilai Etik
  5. Nilai Estetika
  6. Nilai Teleologi
Kita sebagai umat Islam mencoba untuk mengkaji Enam Sistem Nilai Kehidupan dengan tujuan agar kita tahu bahwa enam sistem nilai ini sangat sesuai dengan nilai agama Islam. Sudah tentu pengkajian ini jauh dari kesempurnaan mungki kami belum mengerti betul terhadap Enam Sistem Nilai Kehidupan.

B.       Pembahasan Enam Sistem Nilai Kehidupan dalam Perspektif Islam

1.      Nilai Teologis
Nilai Teologis mempunyai arti Nilai Ketuhanan. Dalam Islam Ketuhanan adalah Allah SWT. yang terangkum di dalam Agama Islam. Dalam  Islam terdapat tiga bagian , yaitu iman-islam-ihsan.
Iman berarti :
  1. Percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah,  berikut sifat-sifat
  2. Percaya pada Malaikat
  3. Percaya pada Kitab-Nya
  4. Percaya pada  nabi dan Rosul
  5. percaya akan adanya hari akhir
  6. Percaya pada Kadar-Nya  baik atau buruknya
Sedangkan Islam mempunyai 5 Rukun yaitu
  1. bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan bahwa Nabi Muhammad SAW  adalah utusan-Nya
  2. Menunaikan salat
  3. Memberikan zakat
  4. Berpuasa pada bulan Ramadhan
  5. Menunaikan ibadah haji jika mampu.
Sedangkan Ihsan memiliki dua pengertian, pertama berhubungan dengan sang Pencipta, yakni kamu beribadah seolah-olah kamu melihat-Nya, bila tidak (yakinkan) bahwa Ia melihatmu; Kedua, berhubungan dengan mahluk, yakni berbuat baik kepada orang  lain dan  kepada lingkungan.
Nilai Teologis sudah ada pada diri kita sebelum fisik kita diciptakan artinya pada waktu di alam ruh Allah berfirman:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al- A’raf : 172).

Dengan demikian nilai teologis adalah fitrah azali yang terdapat pada diri manusia terlepas apakah dia Islam ataupun bukan. Nilai inilah menjadi nilai dasar bagi 5 sistem nilai lainnya.
Jika nilai teologis, membuahkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa dan raga pemeluknya, maka melalui kaitan organis antara nilai-nilai pendidikan Islam dengan dampak tersebut, memungkinkan nilai ini untuk dapat meninggalkan jejak yang jelas pada intelektual seorang muslim, sehingga terciptalah jalinan yang kokoh antara kebenaran, hukum, dan pola-pola perilaku yang membina diri seorang Muslim.

Saya menjadi teringat lirik lagu dari  Ahmad Dhani yang berduet dengan Chrisye dengan judul “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” yang liriknya kurang lebih seperti ini, “jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepada-Nya..” lirik bait yang begitu dalam maknanya.

2.      Nilai Logik
Nilai Logik berkaitan dengan berpikir, memahami, dan mengingat adalah  pekerjaannya. Pikiran, pemahaman, pengertian, peringatan (ingat)  adalah buahnya. Nilai ini menjadi dasar untuk berbuat, bertindak. Allah dalam alquran banyak berfirman agar kita berfikir dengan sebutan lubb atau aqal dalam memahami alam ini diantaranya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Ali Imron:190).

Dalam ayat lain Allah berfirman:
“dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan” (an-Nahl:67).

Berfikir menjadi dasar nilai logik haruslah semakin meningkat dari mulai berfikir insting untuk bayi kemudian berfikir imitatif untuk anak, bagi kita yang sudah katanya dewasa haruslah berfikir kreatif dan inovatif dengan menjauhkan dari berfikir egosentrik. Nilai logik ini mungkin sudah ditinggalkan khususnya oleh anggota DPR kita sering melihat mereka tidak mau mengalah atau berfikir egosentrik sehingga  banyak undang-undang yang belum selesai akibat  yang paling dirugikan adalah rakyat.
Nilai logik serta akal sebagai alat untuk berfikir ternyata berguna untuk memisahkan hak dan yang bathil bahkan akan memantapkan keimanan seseorang. Allah berfirman:

 “dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran : 7).

Dalam ajaran islam akal memiliki kedudukan yang tinggi dan sering dimanfaatkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perkembangan ajaran-ajaran islam. Sebab kita meyakini juga bahwa hampir semua kaum muslimin berupaya dan berusaha mengambil manfaat akal dalam pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama secara argumentatif.

Ada juga pendapat yang mengatakan Islam sebagai agama pamungkas dan syariat terakhir yang diturunkan oleh Allah swt adalah agama rasional, yaitu agama yang mendasarkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi dan mengedepankan pemikiran yang logis dan rasio seperti Leon Gauthir yang memandang Ibnu Rusyd sebagai seorang rasionalis mutlak.

Tapi disinilah muncul perdebatan antara logika (akal) dan wahyu, yang mana dengan adanya kata rasional tersebut seakan membantah adanya wahyu Allah yang turun kepada para utusan-Nya. Karena akal menjadi lebih tinggi dari pada wahyu sehingga wahyu dapat di patah kan oleh akal.

Sesungguhnya dalam pemikiran islam baik dalam bidang filsafat dan ilmu kalam tidak pernah membatah akan adanya wahyu. Akal tetap berada di bawah teks wahyu, akal di gunakan untuk memahami teks wahyu. Jadi sebenarnya yang bertentangan dalam islam adalah pendapat ulama tertentu tentang pengertian akal dan penafsiran wahyu.

3.      Nilai Fisik/Fisiologi

Nilai fisilologi berarti fisik maksudnya memaksimalkan fungsi fisik dalam menjalani kehidupan ini. Dalam fisik kita sebagai ciptaan Allah disadari atau tidak sangat berguna, namun ternyata kita telah lupa akan fungsinya akibatnya kita tertinggal jauh oleh orang di luar Islam terutama dalam sains dan teknologi, kita hanya bisa mengekor kepada dunia barat. Alamaududi seorang pembaharu Islam mengeritik kepada umat Islam bahwa umat Islam mundur karena tidak mengoptimalkan potensi dari Allah yaitu As-Sama (pendengaran), Al Basar (penglihatan), dan Fuad (hati). As Sama’ berfungsi berfungsi untuk mendengar ilmu dari orang lain, Basar berfungsi untuk mengembangkan penemuan ilmu pengetahuan dan sama’ untuk memfilter ilmu apabila tidak sesuai dengan  kemanuasaan. Allah berfirman:

Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur (an-nahl:78) 

Secara individual dengan landasan nilai fisik fisologis tadi Islam mengajarkan agar setiap muslim bergaya hidup sehat. Ini merupakan cara efektif untuk menghindari sakit. Kebersihan misalnya, sangat ditekankan oleh Islam dan dinilai sebagai cerminan dari Iman seseorang. Kewajiban membersihkan hadats kecil, mandi janabah, sunnah untuk bersiwak membuktikan bahwa Islam sangat perduli terhadap kebersihan fisik. Dengan berwudhu, seorang muslim akan secara langsung membersihkan tangan (yang biasanya menjadi pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka. Kemudian, mencuci kemaluan dengan air (bukan dengan tissue) setelah buang air kecil atau buang air besar. Sementara, ibadah puasa secara pasti telah memberikan pengaruh sangat baik terhadap kesehatan perut. Dengan puasa, sistem pencernaan yang selama 11 bulan bekerja, laksana mesin mendapatkan kesempatan untuk diistirahatkan.

4.      Nilai Etik
Nilai etik mempunyai arti hormat, dapat dipercaya, adil semua berkaitan dengan ahlak kita, nilai etik pada saat ini banyak tidak digunakan baik oleh orang yang bodoh ataupun orang yang katanya berpendidikan.

Allah sangat memperhatikan akhlak dengan menyebutnya uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), seperti dalam al-Qur’an:

 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap ( rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Al Ahzab : 21)

Ternyata nabi Muhammad diutus kepada umat di dunia ini untuk menyempurnkan ahlak seperti dalam Hadis Nabi:
 “Saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (akhlak)”. (Al Hadits)

Semakin majunya ilmu pengetahuan apabila tidak dibarengi dengan nilai etik menjadi musuh manusia banyak korban dari ilmu pengetahuan seperti adanya peperangan, pengembangan ilmu yang tidak memperhatikan lingkungan.

Dalam kehidupan ini, kita sering tertipu dengan orang-orang yang berpenampilan baik sehingga kita menganggap dan menamainya sebagai orang baik. Di televisi dan media massa lainnya, pernah disebutkan: seorang guru mengaji yang sampai tega “mencabuli” murid-murid perempuannya yang masih kecil, atau seorang oknum aparat yang terlibat kasus perampokan, dan pejabat-pejabat yang merupakan “panutan masyarakat” terlibat kasus korupsi dan kolusi, serta contoh-contoh lainnya.

Jika dipersempit masalahnya kedalam masyarakat Islam, dan kita sebutkan saja pelaku-pelaku tindakan di atas adalah muslim, maka muncul pertanyaan: apakah pelaku tersebut tidak paham bahwa Islam telah mengajarkan tuntunan-tuntunan yang disebut ilmu akhlak?, jika ia mengerti bahwa dalam Islam ada ajaran akhlak, lantas mengapa ia masih tetap melakukan tindakan yang buruk tersebut?.

5.      Nilai Estetika
Nilai estetika meliputi keserasian, menarik, manis, keindahan, cinta kasih. Allah menciptakan Alam bukan hanya bermanfaat tetapi ada keserasian serta keindahan, keteraturan. Dalam menjalani hidup kita jangan terlepas dari nilai estetika karena keserasian kita dengan orang lain dan alam sekitar sangat mendukung kita dalam kehidupan seperti kasih sayang di antara kita, keharmonisan. Kasih sayang serta keindahan adalah fitrah manusia yang diberikan oleh Allah

Allah berfirman tentang  kasih sayang :
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)

Hadis nabi tentang keindahan : Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebiji sawi dari kesombongan,” ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya jika ada seseorang yang senang memakai baju baik dan sandal baik (apakah itu termasuk kesombongan?), Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah, mencintai keindahan, kesombongan adalah menolak kebenaran dan membenci manusia” (HR. Muslim)

Dalam estetika bermusik, saat ini musik yang berkembang di negeri ini kebanyakan musik yang memberikan mudharat dari pada manfaat. Bahkan baru-baru ini ada beberapa artis musik yang menjadi sorotan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.  Musik yang dibawa bukan saja syairnya yang tidak mendidik, ditambah dengan goyangan erotis  para artisnya, seperti artis trio macam dan Lady Gaga. Kemudian ditambah lagi dengan gaya berpakaiannya yang seronok untuk menarik simpati para penonton. Apakah musik seperti ini yang mendidik masyarakat. Tentunya tidak. Dengan alasan inilah kenapa sebagian para ulama mengharamkan musik.

Terkadang sangat ironi sekali, ketika mereka yang mendukung para artis tersebut dengan dalih menjunjung tinggi nilai seni budaya. Nilai estetika. Namun,lupa nilai seni budaya dan estetika seperti apakah yang diharapkan dalam Islam? Lalu bagaimana Islam memandang musik Islami, seperti Nasyid, dan Rebana? Mari kita simak hadist berikut ini;

Berdasarkan hadits A’isyah: “Suatu ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masuk ke bilik ‘Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: “… dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi.”), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: “Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini.” (HR. Bukhari)

Dari hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dapat dipahami bahwa musik seperti ini diperbolehkan. Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi membolehkan musik ini dikarenakan mengandung puji-pujian kepada Allah SWT.
download (1) 

6.      Nilai Teleologi
Nilai teleologi berkaitan dengan manfaat, efektif, efesien  produktif dan akuntabel dalam setiap sisi kehidupan. Islam sangat memperhatikan maslahat dan manfaat dalam syariatnya untuk kepentingan manusia dengan lingkungannya. Banyak larangan dan kewajiban yang memamng hikmanya adalah manfaat bagi kita seperti dalam alqura’an :

 “mereka bertanya kepadamu tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.  ….. (Al Baqarah : 219)

Dalam hadis nabi bersabda:
“Sebaik-baik kamu adalah orang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. (al- Hadits)
Alam dalam paham materialisme dianggap tidak memiliki unsur teolologis, karena ia tidak memiliki pencipta dan oleh karena itu alam bersifat netral. Alam dianggap ada dengan sendirinya tanpa ada yang membuat. Begitu juga adanya makhluk hidup di bumi (termasuk manusia). Manusia dan makhluk hidup lainnya  dianggap bisa bertahan dan hidup di bumi karena terdapat seleksi alam, yaitu yang dikenal dengan teori  evolusi Charles Darwin (1809-1882). Adapun kejadian-kejadian di alam terjadi karena adanya hubungan sebab akibat. Jadi kesimpulannya, alam dianggap tidak memiliki unsur teleologis karena alam ada dengan sendirinya tanpa pencipta.

Hal di atas bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, tatanan alam bukanlah semata-mata tatanan material seputar sebab-sebab dan akibat-akibat. Bukan pula hanyalah tatanan yang  oleh ruang dan waktu serta kategori-kategori teoritis lain semacam itu membuat kejelasan pada pemahaman kita. Akan tetapi alam juga merupakan lapangan tujuan-tujuan di mana segala sesuatu memenuhi suatu tujuan dan dengan cara demikian memberikan sumbangan bagi kesejahteraan dan keseimbangan segalanya.

Dari sebutir kerikil yang tak bernyawa di lembah, plankton yang paling kecil pada permukaan laut, flagellata mikroba di dalam usus serangga, hingga bimasakti-bimasakti dengan matahari-mataharinya, pohon-pohon redwood raksasa, ikan paus dan gajah – segala sesuatu yang ada, melalui kelahiran dan pertumbuhannya, kehidupan dan kematiannya, memenuhi suatu tujuan yang telah ditetapkan untuknya oleh Tuhan. Semua makhluk  saling bergantung satu sama lainnya dan berjalan lancar karena adanya keselarasan yang sempurna di antara bagian-bagiannya.

Dalam hal ini Allah berfirman, “Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan dengan ukuran……Maka sekali-kali tidak akan kamu dapati penggantian dalam sunnah Allah”. Inilah prinsip keseimbangan ekologi dalam Islam, di mana manusia modern baru menyadarinya setelah terjadinya polusi alam di masa sekarang ini, yang membawa serta berbagai bahaya itu. Umat muslim sesungguhnya telah menyadarinya selama berabad-abad, dan telah melihat dirinya berada di dalamnya.

Masing-masing unsur ciptaan saling menghidupi yang lainnya dan dihidupi oleh pihak yang ketiga (Allah) jelas merupakan tujuan. Hal ini bisa dilihat pada makhluk-makhluk yang lebih tinggi. Dominasi rangkaian yang sama di dunia ganggang, mikroba maupun enzim lebih sulit diamati dan dibayangkan dalam seluruh jangkauannya dikarenakan tak bisa dilihat oleh mata. Akan tetapi dominasi tersebut tidaklah kurang nyatanya. Yang lebih sulit lagi untuk ditemukan dibanding pola-pola siklus makanan dalam kehidupan nabati dan hewani adalah rantai kesalingtergantungan dalam aktivitas seluruh makhluk. Yaitu aktivitas-aktivitas selain dari pencarian makanan, baik yang berkaitan dengannya atau tidak, dalam aksi dan reaksi yang berkesinambungan dari unsur-unsur tersebut satu terhadap yang lain; baik di darat, di laut, di udara maupun di antara benda-benda di luar angkasa. Pengetahuan kita tentang seluk-beluk ekologi alam masih dalam tahap yang sangat dini. Ilmu-ilmu alam telah cukup membukakan sebagian darinya untuk memungkinkan imajinasi kita mampu menyusun tersebut secara keseluruhan.

Oleh karena itulah, alam sebagai manifestasi-Nya yang bersama-sama manusia menjadi unsur pembentuk ekosistem dalam kosmos yang berperadaban dan bersifat teleologis. Dalam hal ini Fazlur Rahman menegaskan bahwasanya karena setiap segala sesuatu itu secara langsung berhubungan dengan Allah, maka setiap sesuatu itu melalui dan berada di dalam hubungan dengan-Nya. Jadi kata Fazlur Rahman, Allah adalah makna realitas, sebuah makna yang dimanifestasikan, dijelaskan, dibawakan oleh alam, dan selanjutnya oleh manusia.

Sebagai sebuah sistem teleologi, dunia menyuguhkan kepada kita suatu tontonan yang agung. Ukuran dan keluasan makrokosmos, rincian yang sulit dari mikrokosmos, serta sifat mekanisme keseimbangan yang sempurna dan tak terbatas kerumitannya, menjadikan kita tercengang dan terpukau. Dan, orang yang baik keimanannya dan (ulul Albab) akan mengucapkan kalimat pengangungan kepada Allah dan menyadari bahwa Allah-lah sang Pencipta dan segala ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia. Dalam hal ini Allah berfirman: “Ulil Albab adalah orang-orang yang mengingat Allah ketika berdiri, duduk atau sedang berbaring dan memikirkan tentang penciptaan dan bumi seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, Tidaklah sia-sia Engkau menciptakan semua ini. Mahasuci engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka.

Karena dunia sebagai ciptaan dari Yang Maha Kuasa adalah indah dan  benar-benar mulia dikarenakan teleologinya. Ungkapan kagum seorang penyair, “Betapa indahnya bunga mawar! Padanya Nampak wajah Tuhan!” tidak mempunyai arti lain kecuali bahwa bunga mawar itu memenuhi tujuan manusia dan serangga melalui bau dan keindahannya bentuknya. Tujuan dan yang telah dikaruniakan Tuhan (Allah) kepadanya dan yang dipenuhinya dengan sempurna, yang mencerminkan, bagi mereka yang mampu melihatnya, efektifitas yang cemerlang dan keterampilan yang sempurna dari Perancang dan Pencipta agung, yaitu Tuhan (Allah).
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Irsan Majid                       (1985)                    An Nadhoriyat tarbiyah islamiyah

SanusiAchmad                 (2012)                    Makalah “Enam Sistem Nilai Kehidupan”
  
Tafsir Ahmad                   (2002)                    Pendidikan Agama dalam Keluarga,Rosda



Tidak ada komentar:

Posting Komentar